Rabu, 15 Februari 2012


BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah
Polisi lalu lintas adalah unsur pelaksana yang bertugas menyelenggarakan
tugas kepolisian mencakup penjagaan, pengaturan, pengawalan dan patroli,
pendidikan masyarakat dan rekayasa lalu lintas, registrasi dan identifikasi pengemudi
atau kendaraan bermotor, penyidikan kecelakaan lalu lintas dan penegakan hukum
dalam bidang lalu lintas, guna memelihara keamanan, ketertiban dan kelancaran lalu
lintas. Pelayanan kepada masyarakat di bidang lalu lintas dilaksanakan juga untuk
meningkatkan kualitas hidup masyarakat, karena dalam masyarakat yang modern lalu
lintas merupakan faktor utama pendukung produktivitasnya. Dan dalam lalu lintas
banyak masalah atau gangguan yang dapat menghambat dan mematikan proses
produktivitas masyarakat. Seperti kecelakaan lalu lintas, kemacetan maupun tindak
pidana yang berkaitan dengan kendaraan bermotor. Untuk itu polisi lalu lintas juga
mempunyai visi dan misi yang sejalan dengan bahasan Polri di masa depan (yang
telah dibahas di atas).
Para petugas kepolisian pada tingkat pelaksana menindaklanjuti kebijakankebijakan
pimpinan terutama yang berkaitan dengan pelayanan di bidang SIM,
STNK, BPKB dan penyidikan kecelakaan lalu lintas. Undang-undang No. 22 Tahun
2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan yang digagas oleh Departemen
Perhubungan, dibuat agar penyelenggaraan lalu lintas dan angkutan jalan sesuai
harapan masyarakat, sejalan dengan kondisi dan kebutuhan penyelenggaraan lalu
lintas dan angkutan jalan saat ini, serta harmoni dengan Undang-undang lainnya.
Yang lebih penting dari hal tersebut adalah bagaimana kita dapat menjawab dan
menjalankan amanah yang tertuang didalamnya. Sesuai dengan Pasal 7 ayat 2e
dinyatakan :”bahwa tugas pokok dan fungsi Polri dalam hal penyelenggaraan lalu
lintas sebagai suatu : “urusan pemerintah di bidang registrasi dan identifikasi
kendaraan bermotor dan pengemudi, penegakkan hukum, operasional manajemen dan
rekayasa lalu lintas, serta pendidikan berlalu lintas”.
Selanjutnya, tugas dan fungsi Polri tersebut, diperinci pada pasal 12, meliputi
9 hal yakni :
1. Pengujian dan penerbitan SIM kendaraan bermotor
2. Pelaksanaan registrasi dan identifikasi kendaraan bermotor
3. Pengumpulan, pemantauan, pengolahan, dan penyajian data lalu lintas dan
angkutan jalan
4. Pengelolaan pusat pengendalian sistem informasi dan komunikasi lalu lintas dan
angkutan jalan.
5. Pengaturan, penjagaan, pengawalan dan patroli lalu lintas
6. Penegakan hukum meliputi penindakan pelanggaran dan penanganan
kecelakaan lalu lintas.
7. Pendidikan berlalu lintas
8. Pelaksanaan manajemen dan rekayasa lalu lintas
9. Pelaksanaan manajemen operasional lalu lintas.
Dengan adanya UU No. 22 Tahun 2009 ini, bukan berarti bahwa Polri akan
berorientasi pada kewenangan (authority). Akan tetapi, harus disadari bahwa tugas
dan fungsi Polri di bidang lalu lintas, berikut kewenangan-kewenangan yang melekat,
berkolerasi erat dengan fungsi kepolisian lainnya baik menyangkut aspek penegakan
hukum maupun pemeliharaan Kamtibmas dan pencegahan kejahatan secara terpadu.
Polri sebagai administrasi negara atau administrasi publik yang berorientasi
pada pelayanan untuk menuju pelayanan Polri yang prima yang sesuai dengan
harapan masyarakat dan dapat mengangkat citra serta meningkatkan kepercayaan
masyarakat kepada aparat negara khususnya Polri, memerlukan berbagi pembenahan.
Pembenahan tersebut antara lain mencakup bidang administrasi.
Pelayanan kepada publik yang diselenggarakan Pemerintah Kota Medan
khususnya Direktorat Lalu Lintas Kepolisian Daerah Sumatera Utara diantaranya
adalah memberikan pelayanan pembuatan SIM ( Surat Ijin Mengemudi ) penerbitan
STNK (Surat Tanda Nomor Kendaraan), BPKB ( Buku Pemilik Kendaraan Bermotor
) dan TNKB ( Tanda Nomor Kendaraan Bermotor ) kepada masyarakat.
SIM adalah bukti registrasi dan identifikasi yang diberikan oleh Polri kepada
seseorang yang telah memenuhi persyaratan administrasi, sehat jasmani dan rohani,
memahami peraturan lalu lintas dan trampil mengemudikan kendarakan bermotor.
BPKB adalah buku yang dikeluarkan atau diterbitkan oleh Satuan Lalu Lintas Polri
sebagai bukti kepemilikan kendaraan bermotor. Fungsi SIM :
• Sebagai sarana identifikasi atau jati diri seorang pengendara
• Sebagai alat bukti telah menempuh ujian ketrampilan mengemudi dan teori
• Sebagai sarana dan upaya paksa dalam hal bila terjadi pelanggaran lalu lintas
• Sebagai sarana pelayanan masyarakat
BPKB berfungsi sebagai Surat Bukti Kepemilikan Kendaraan Bermotor.
Penerbitan BPKB dilaksanakan oleh Satuan Lalu Lintas Kepolisian Negara Republik
Indonesia. Spesifikasi Teknis dan pengadaan BPKB ditetapkan oleh Kepolisian
Negara Republik Indonesia. Bersamaan dengan pendaftaran BPKB diberikan Surat
Tanda Nomor Kendaraan Bermotor dan Tanda Nomor Kendaraan Bermotor. BPKB
dapat disamakan sebagai certificate of ownership yang disempurnakan dan
merupakan dokumen penting. BPKB juga dapat dijadikan sebagai jaminan atau
tanggungan dalam pinjam meminjam berdasarkan kepercayaan masyarakat.
STNK atau Surat Tanda Kendaraan Bermotor adalah tanda bukti pendaftaran
dan pengesahan suatu kendaraan bermotor berdasarkan identifikasi dan kepemilikan
yang telah didaftar. STNK diterbitkan oleh Samsat ( Sistem Administrasi Manunggal
Satu Atap ) yakni tempat pelayanan penerbitan/pengesahan STNK oleh 3 (tiga)
instansi yaitu Polri, Dinas Pendapatan Provinsi dan PT. Jasa Raharja. STNK
berfungsi :
• Sebagai sarana perlindungan masyarakat
• Sebagai sarana pelayanan masyarakat
• Sebagai deteksi guna membentuk langkah selanjutnya jika terjadi pelanggaran
• Untuk meningkatkan penerimaan negara melalui sektor pajak.
TNKB atau Tanda Nomor Kendaraan Bermotor, atau biasa disebut plat
nomor dibuat untuk mengidentifikasi kendaraan bermotor yang berlalu-lintas di jalan
umum. Biasanya setelah membeli kendaraan, disertai dengan STNK, BPKB, dan
TNKB ( Plat Nomor ), terbuat dari bahan plat aluminium ketebalan 1 mm dengan dua
baris tulisan, baris pertama menunjukkan huruf kode wilayah, angka nomor polisi,
dan huruf akhir seri wilayah. Sedangkan baris kedua menunjukkan bulan dan tahun
masa berlaku. Ukuran plat nomor untuk kendaraan roda 2 dan roda 3 adalah 250 x
105 mm, untuk kendaraan roda 4 atau lebih adalah 395 x 135 mm. Garis pembatas
antara baris pertama dan baris kedua lebarnya 5 mm. Pada sudut kanan atas dan kiri
bawah terdapat tanda cetakan lambang Polisi Lalu Lintas dan pada bagian sisi kanan
dan kiri bertuliskan “DITLANTAS POLRI” (Direktorat Lalu Lintas Kepolisian RI)
yang merupakan hak paten pembuatan plat nomor.
Warna plat nomor ditentukan sesuai penggunaannya, ditetapkan sebagai berikut :
• Kendaraan pribadi : Warna dasar hitam dengan tulisan putih.
• Kendaraan umum : Warna dasar kuning dengan tulisan hitam.
• Kendaraan milik pemerintah : Warna dasar merah dengan tulisan putih.
• Kendaraan untuk transportasi dealer : Warna dasar putih dengan tulisan
merah.
• Kendaraan Corps Diplomatik : Warna dasar putih dengan tulisan hitam.
• Kendaraan Staff Operasional Corps Diplomatik : Warna dasar hitam dengan
tulisan putih berformat khusus.
Registrasi kendaraan bermotor berkaitan erat dengan scientific crime
investigation, maupun kesatuan data base finger print untuk kepentingan identifikasi
pemiliki SIM, juga memiliki kaitan dengan investigasi kriminal. Demikian juga
dalam hal manajemen operasional lalu lintas, Polri menjadi bagian yang penting dan
menentukan guna terwujudnya sistem transportasi publik yang aman, nyaman dan
lancar.
Karakteristik tugas dan fungsi lalu lintas bersentuhan langsung dengan
masyarakat, menimbulkan konsekuensi dijadikannya fungsi ini sebagai sasaran
berbagai kontrol eksternal. Hal tersebut hendaknya dilihat sebagai bentuk kepedulian
masyarakat pada kualitas pelayanan publik yang dilakukan oleh Polri, serta dijadikan
sebagai alat untuk meningkatkan kinerja, guna terwujudnya transparansi,
akuntabilitas, maupun pelayanan publik yang mudah dan cepat, dalam rangka good
government (pemerintahan yang bersih).
Sistem administrasi yang dipakai adalah Sistem Administrasi Manunggal Satu
Atap (disingkat Samsat), atau dalam bahasa Inggris one roof system, adalah suatu
sistem administrasi yang dibentuk untuk memperlancar dan mempercepat pelayanan
kepentingan masyarakat yang kegiatannya diselenggarakan dalam satu gedung.
Contoh
dari Samsat adalah dalam pengurusan dokumen kendaraan bermotor.Samsat
merupakan suatu sistem kerjasama secara terpadu antara Polri, Dinas Pendapatan
Provinsi, dan PT Jasa Raharja (Persero) dalam pelayanan untuk menerbitkan STNK
dan Tanda Nomor Kendaraan Bermotor yang dikaitkan dengan pemasukan uang ke
kas negara baik melalui Pajak Kendaraan Bermotor (PKB), Bea Balik Nama
Kendaraan Bermotor, dan Sumbangan Wajib Dana Kecelakaan Lalu Lintas Jalan
(SWDKLJJ), dan dilaksanakan pada satu kantor yang dinamakan Kantor Bersama
Samsat.
Dalam hal ini, Polri memiliki fungsi penerbitan STNK; Dinas Pendapatan
Provinsi menetapkan besarnya Pajak Kendaraan Bermotor (PKB) dan Bea Balik
Nama Kendaraan Bermotor (BBN-KB); sedangkan PT Jasa Raharja mengelola
Sumbangan Wajib Dana Kecelakaan Lalu Lintas Jalan (SWDKLLJ). Lokasi Kantor
Bersama Samsat umumnya berada di lingkungan Kantor Polri setempat, atau di
lingkungan Satlantas atau Ditlantas Polda setempat. Samsat ada di masing-masing
provinsi, serta memiliki unit pelayanan di setiap kabupaten atau kota.
Seiring dengan peningkatan profesionalisme kepolisian, tuntutan ke arah
perbaikan kinerja dan citra kepolisian sebagai pelayan masyarakat telah menjadi
agenda reformasi kepolisian. Daya kritis masyarakat sipil terhadap kinerja dan citra
kepolisian adalah cerminan kuatnya aspirasi dan tuntutan atas hak-hak masyarakat.
Dengan demikian seluruh pembahasan di atas, penulis akan memberikan gambaran
tentang “Peranan Direktorat Lalu Lintas Kepolisian Daerah Sumatera Utara Dalam
Memberikan Pelayanan Admnistrasi Kepemilikan Kendaraan Bermotor (Studi Kasus
Kendaraan Bermotor)”.
1.2. Perumusan Masalah
Untuk memberikan arah bagi jalannya suatu penelitian, maka terlebih dahulu
perlu dirumuskan hal-hal yang akan menjadi permasalahan dalam penelitian.
Disamping itu masalah dapat muncul karena keragu-raguan tentang keadaan sesuatu,
sehingga ingin diketahui keadaannya secara mendalam dan efektif.
Beranjak dari uraian diatas, maka penulis mencoba membuat perumusan
masalah yakni : “Bagaimanakah peranan Direktorat Lalu Lintas Kepolisian Daerah
Sumatera Utara dalam memberikan pelayanan admnistrasi kepemilikan kendaraan
bermotor (studi kasus kendaraan bermotor)?”
1.3. Tujuan Penelitian
Sejauh mana penelitian yang dilakukan tentu mempunyai sasaran yang hendak
dicapai atau menjadi tujuan penelitian. Dengan kata lain tujuan penelitian adalah
untuk memperjelas dan menghindari terjadinya kesimpangsiuran. Adapun yang
menjadi tujuan penelitian ini adalah : ”Bagaimana peranan Direktorat Lalu Lintas
Kepolisian Daerah Sumatera Utara dalam memberikan pelayanan admnistrasi
kepemilikan kendaraan bermotor (studi kasus kendaraan bermotor)?
1.4. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat yang diharapkan dari pelaksanaan penelitian ini adalah
sebagai berikut :
1. Bagi Direktorat Lalu Lintas Kepolisian Daerah Sumatera Utara merupakan
sumbangan pemikiran dan kerangka acuan untuk dimanfaatkan dalam
memberikan pelayanan administrasi kendaraan bermotor kepada masyarakat.
2. Dapat memajukan pelayanan Polisi lalu lintas sehingga kerumitan dan persoalan
dapat terjawab baik dari pihak kepolisian ataupun masyarakat.
3. Memberikan sumbangan pemikiran dan informasi bagi masyarakat dan
perusahaan atau instansi yang bersangkutan.
4. Memenuhi salah satu syarat guna memperoleh gelar kesarjanaan dari Fakultas
Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Jurusan Ilmu Administrasi Negara, Universitas
Sumatera Utara.
1.5. Kerangka Teori
1.5.1. Direktorat Lalu Lintas Kepolisian Daerah
Untuk mengatur dan menjaga keteraturan sosial dalam masyarakat diperlukan
adanya aturan, norma yang adil dan beradab. Dan untuk menegakkan aturan tersebut,
mengajak masyarakat untuk mematuhi serta menyelesaikan berbagai masalah sosial
dalam masyarakat diperlukan suatu institusi yang dapat bertindak sebagai wasit yang
adil salah satunya adalah polisi (Suparlan;1999). Menurut Rahardjo, 2000 :”Sosok
Polisi yang ideal di seluruh dunia adalah polisi yang cocok dengan masyarakat”.
Dengan prinsip tersebut di atas masyarakat mengharapkan adanya polisi yang
cocok dengan masyarakatnya, yang berubah dari polisi yang antagonis (polisi yang
tidak peka terhadap dinamika tersebut dan menjalankan gaya pemolisian yang
bertentangan dengan masyarakatnya) menjadi polisi yang protagonis (terbuka
terhadap dinamika perubahan masyarakat dan bersedia untuk mengakomodasikannya
ke dalam tugas-tugasnya).
Fungsi polisi dalam struktur kehidupan masyarakat sebagai pengayom
masyarakat, penegakkan hukum,mempunyai tanggung jawab khusus untuk
memelihara ketertiban masyarakat dan menangani kejahatan baik dalam bentuk
tindakan terhadap kejahatan maupun bentuk pencegahan kejahatan agar para anggota
masyarakat dapat hidup dan bekerja dalam keadaan aman dan tenteram (Bahtiar:
1994 :1). Dengan kata lain kegiatan-kegiatan polisi adalah berkenaan dengan sesuatu
gejala yang ada dalam kehidupan sosial dari sesuatu masyarakat yang dirasakan
sebagai beban atau gangguan yang merugikan para anggota masyarakat tersebut
(Suparlan: 1999).
Polisi lalu lintas sebagai polisi sipil yang demokratis dan diakhiri dengan
kesimpulan dan saran yang dapat dijadikan acuan atau strategi membangun citra
Polisi RI pada umumnya dan polisi lalu lintas khususnya. Polisi sipil yang modern
dan demokratis adalah polisi yang mengedepankan kemampuan pengetahuannya
dalam menciptakan, memelihara dan memperbaiki keteraturan sosial (Kamtibmas).
Pola pemolisiannya lebih mengedepankan pencegahan, dan upaya-upaya
membereikan pencerahan kepada masyarakat untuk berperan serta. Dan penilaian
keberhasilan polisi bukan semata-mata pada pengungkapan kasus atau crime fighter,
tetapi adalah pada maintenance order atau restorative order.
Sehingga dalam pemolisiannya dapat berjalan secara efektif dan dapat
diterima atau cocok dengan masyarakatnya (sesuai dengan corak masyarakat dan
kebudayaannya), diperlukan gaya pemolisian yang berorientasi pada masyarakat dan
untuk memecahkan masalah sosial yang terjadi (problem solving policing).
Polisi lalu lintas adalah unsur pelaksana yang bertugas menyelenggarakan
tugas kepolisian mencakup penjagaan, pengaturan, pengawalan dan patroli,
pendidikan masyarakat dan rekayasa lalu lintas, registrasi dan identifikasi pengemudi
atau kendaraan bermotor, penyidikan kecelakaan lalu lintas dan penegakan hukum
dalam bidang lalu lintas, guna memelihara keamanan, ketertiban dan kelancaran lalu
lintas. Pelayanan kepada masyarakat di bidang lalu lintas dilaksanakan juga untuk
meningkatkan kualitas hidup masyarakat, karena dalam masyarakat yang modern lalu
lintas merupakan faktor utama pendukung produktivitasnya. Dan dalam lalu lintas
banyak masalah atau gangguan yang dapat menghambat dan mematikan proses
produktivitas masyarakat. Seperti kecelakaan lalu lintas, kemacetan maupun tindak
pidana yang berkaitan dengan kendaraan bermotor. Untuk itu polisi lalu lintas juga
mempunyai visi dan misi yang sejalan dengan bahasan Polisi RI di masa depan (yang
telah dibahas di atas).
Para petugas kepolisian pada tingkat pelaksana menindaklanjuti kebijakankebijakan
pimpinan terutama yang berkaitan dengan pelayanan di bidang SIM,
STNK, BPKB dan penyidikan kecelakaan lalu lintas. BPKB adalah buku yang
dikeluarkan atau diterbitkan oleh Satuan Lalu Lintas Polri sebagai bukti kepemilikan
kendaraan bermotor. BPKB dapat disamakan dengan Certificate of Ownership yang
disempurnakan dan merupakan dokumen penting yang harus disimpan baik-baik oleh
yang bersangkutan. BPKB akan mempertinggi daya guna dari tata cara administrasi
pendaftaran kendaraan bermotor, sehingga di samping meningkatkan public service
juga dimanfaatkan untuk menyempurnakan cara pengawasan terhadap pemasukan
keuangan negara non pajak, kepemilikan kendaraan bermotor dan sebagainya.
BPKB berfungsi sebagai Surat Bukti Kepemilikan Kendaraan Bermotor.
Penerbitan BPKB dilaksanakan oleh Satuan Lalu Lintas Kepolisian Negara Republik
Indonesia. Spesifikasi Teknis dan pengadaan BPKB ditetapkan oleh Kepolisian
Negara Republik Indonesia. Bersamaan dengan pendaftaran BPKB diberikan Surat
Tanda Nomor Kendaraan Bermotor dan Tanda Nomor Kendaraan Bermotor.
Penyelenggaraan registrasi dan identifikasi Kendaraan Bermotor dalam
bentuk BPKB adalah untuk kepentingan pelaksanaan tugas-tugas Kepolisian Negara
Republik Indonesia dalam menciptakan keamanan dan ketertiban masyarakat,
terutama yang berkaitan dengan penyelidikan atau penyidikan pada kasus
pelanggaran dan kejahatan yang berkaitan dengan kendaraan bermotor.
Perkembangan kejahatan semakin canggih dan kompleks, sehingga
mengharuskan Polri mengerahkan segenap kekuatan untuk menanggulangi, antara
lain melalui registrasi dan identifikasi lalu lintas atau pendaftaran Kendaraan
Bermotor. Disamping itu sesuai dengan peraturan perundang-undangan sebagaimana
tercantum pada Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1992 Pasal 175 PP No.44 Tahun
1993 disebutkan bahwa “sebagai bukti bahwa kendaraan bermotor telah didaftarkan
diberikan Buku Pemilik Kendaraan Bermotor, Surat Tanda Nomor Kendaraan
Bermotor serta Tanda Nomor Kendaraan Bermotor”. Untuk itu perlu diambil
langkah-langkah guna menyamakan persepsi dan tindakan dalam proses penerbitan
BPKB terutama mekanisme dan prosedur penerbitan BPKB.
Gambar 1
Mekanisme Pendaftaran BPKB
LOKET PENDAFTARAN
PENELITIAN PERSYARATAN REGISTRASI
BPKB PENULISAN
BPKB
PENDAFTARAN
VERIFIKASI
PENANDA
TANGANAN
PEMISAHAN
BERKAS/ BPKB
PENYERAHAN BPKB
PEMOHON DENGAN
PERSYARATAN
LENGKAP
ARSDOK
Urutan pembuatan mekanisme pendaftaran BPKB baru adalah Pemohon
(dengan persyaratan lengkap), lalu menuju loket pendaftaran atau penelitian
persyaratan setelah itu diregistrasi BPKB dan registrasi STNK. Pada penulisan BPKB
ada yang dinamakan verifikasi atau dilihat kelengkapan syarat-syaratnya lalu
penandatanganan berkas dan berkas tersebut dipisahkan atau BPKB dan Arsdok.
Selesai pembuatan BPKB diserahkan kepada pemilik yang bersangkutan.
1.5.2. Manajemen Pelayanan
Menurut Manullang (1985 : 17) mendefenisikan manajemen sebagai : ”Seni
dan ilmu perencanaan, pengorganisasian, penyusun, pengarahan dan pengawasan
daripada sumberdaya manusia untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan terlebih
dahulu”. Sementara gibson, Donelly dan Ivancevich (1996 : 4) defenisi manajemen
sebagai : ”Suatu proses yang dilakukan oleh satu atau lebih individu untuk
mengkoordinasikan berbagai aktivitas lain untuk mencapai hasil-hasil yang tidak bisa
dicapai apabila satu individu bergerak sendiri”.
Dua defenisi tersebut di atas kelihatannya berbeda, tetapi apabila dicermati
pada prinsipnya adalah sama. Yang dimaksudkan dengan proses oleh Gibson,
Donelly dan Ivancevich sebenarnya adalah penerapan ilmu dan seni sebagaimana
dimaksudkan oleh Manullang. Sedangkan pengorganisasian, penyusunan, pengarahan
dan pengawasan oleh Gibson dan kawan-kawan tersebut sebagai mengkoordinasikan
berbagai aktivitas lain. Sama halnya dengan defenisi manajemen, defenisi pelayanan
sangat banyak. Defenisi yang lebih rinci diberikan oleh Gronroos (1990: 27) bahwa :
”Pelayanan adalah suatu aktivitas atau serangkaian aktivitas yang bersifat tidak kasat
mata (tidak dapat di raba) yang terjadi sebagai akibat adanya interaksi antara
konsumen dengan karyawan atau lain-lain yang disediakan oleh perusahaan yang
dimaksudkan untuk memecahkan permasalahan konsumen atau pelanggan. Menurut
Nurcholish (2005: 178) memberikan pengertian publik sebagai sejumlah orang yang
mempunyai kebersamaan berfikir, perasaan, harapan, sikap dan tindakan yang benar
dan baik berdasarkan nilai-nilai norma yang mereka miliki.
Seiring dengan besarnya tuntutan akan penerapan Good Govermance, tuntutan
akan pelayanan publik yang berkualitas juga menjadi semakin besar. Pemerintah juga
telah mengeluarkan berbagai kebijakan dalam rangka peningkatan pelayanan, seperti
misalnya pelayanan prima, dan standar pelayanan minimal. Akan tetapi perbaikan
kualitas masih belum berjalan sebagaimana yang diharapkan pelayanan untuk
mengkaji hal tersebut dan mengembangkan suatu model manajemen pelayanan yang
responsif dan akuntabel.
Keputusan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara (Meneg PAN)
Nomor 63/KEP/M.PAN/7/2003, memberikan pengertian pelayanan publik yaitu
segala kegiatan pelayanan yang dilaksanakan oleh penyelenggara pelayanan publik
sebagai upaya pemenuhan kebutuhan penerima pelayanan maupun pelaksanaan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
Keputusan Menpan Nomor 63 Tahun 2003 menyatakan bahwa Hakikat
pelayanan publik adalah pemberian pelayanan prima kepada masyarakat yang
merupakan perwujudan kewajiban aparatur pemerintah sebagai abdi masyarakat.
Untuk dapat memberikan pelayanan yang memuaskan bagi pengguna jasa,
penyelenggaraan pelayanan harus memenuhi azas pelayanan sebagai berikut
(Keputusan Menpan Nomor 63 Tahun 2003) :
a. Transparansi
Bersifat terbuka, mudah dan dapat diakses oleh semua pihak yang
membutuhkan dan disediakan secara memadai serta mudah dimengerti.
b. Akuntabilitas
Dapat dipertanggungjawabkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan.
c. Kondisional
Sesuai dengan kondisi dan kemampuan pemberi dan penerima pelayanan
dengan tetap berpegang pada prinsip efisiensi dan efektifitas.
d. Partisipatif
Mendorong peran serta masyarakat dalam penyelenggaraan pelayanan publik
dengan memperhatikan aspirasi, kebutuhan dan harapan masyarakat.
e. Kesamaan Hak
Tidak diskriminatif dalam arti tidak membedakan suku, ras, agama, golongan,
gender dan status ekonomi.
f. Keseimbangan Hak dan Kewajiban
Pemberi dan penerima pelayanan publik harus memenuhi hak dan kewajiban
masing-masing pihak.
Gambar 2
Model Manajemen Pelayanan
Sumber : Ratminto 2007
1.5.3. Pelayanan Publik
Menurut UU No 25 tahun 2009 tentang Pelayanan Publik, Pelayanan publik
adalah kegiatan atau rangkaian kegiatan dalam rangka pemenuhan kebutuhan
pelayanan sesuai dengan peraturan perundang undangan bagi setiap warga negara dan
penduduk atas barang, jasa, dan/atau pelayanan administratif yang disediakan oleh
Kultur
Organisasi
Penggunaan
Jasa
SDM
Pelayanan
Sistem
Pelayanan
penyelenggara pelayanan publik. Pelayanan publik dapat juga diartikan sebagai
segala kegiatan pelayanan yang dilaksanakan oleh penyelenggara pelayanan publik
sebagai upaya memenuhi kebutuhan publik dalam pelaksanaan peraturan dan
perundang-undangan. Profesionalisme dalam pelayanan publik ini sangat dibutuhkan.
Artinya ada akuntabilitas dan responsibilitas dari pemberi pelayanan sehingga etos
kerja dan budaya pelayanan merupakan cara dan kiat menciptakan pelayanan yang
memuaskan masyarakat.
Pelayanan publik merupakan salah satu perwujudan dari fungsi aparatur
negara sebagai abdi masyarakat di samping sebagai abdi negara. Menurut Nurmandi
(1999: 14) Pelayanan publik mempunyai beberapa ciri yaitu :
a. Tidak dapat memilih konsumen, artinya setiap masyarakat yang datang dan
membutuhkan pelayanan harus diperlakukan secara baik
b. Peranannya dibatasi oleh undang-undang, artinya dalam menjalankan tugas
melayani kepentingan masyarakat, tetap ada norma, aturan dan ketentuan
yang menjadi batas dan dasar.
c. Politik menginstitusionalkan konflik, artinya berbagai konflik dan
permasalahan yang terjadi sering merupakan dampak dari politik
d. Pertanggungjawaban yang kompleks, karena mengatasnamakan negara maka
dalam pelayanan publik ada berbagai prosedur yang tetap harus dijalankan
e. Sangat sering diteliti
f. Semua tindakan harus mendapat justifikasi
g. Tujuan atau output sulit diukur atau ditentukan.
1.5.3.1. Pelayanan Umum Yang Prima
Pelayanan umum atau pelayanan publik yang prima berarti pelayanan yang
bermutu. Untuk meningkatkan mutu, berarti meningkatkan keprimaan. Oleh karena
itu, hakekat dari pelayanan umum yang prima menurut B. Boediono ( 1999:63)
adalah :
a. Meningkatkan mutu dan produktivitas pelaksanaan tugas dan fungsi instansi
pemerintah di bidang pelayanan umum
b. Mendorong upaya mengefektifkan system dan tatalaksana pelayanan sehingga
pelayanan umum dapat diselenggarakan secara lebih berdayaguna (efisien dan
efektif).
c. Mendorong tumbuhnya kreativitas, prakarsa, dan peran serta masyarakat
dalam pembangunan serta meningkatkan kesejahteraan masyarakat luas.
Hakekat pelayanan publik adalah pemberian pelayanan prima kepada
masyarakat yang merupakan perwujudan kewajiban aparatur pemerintah sebagai abdi
masyarakat yang mempunyai prinsip :
a. Kesederhanaan
Yaitu prosedur pelayanan publik tidak berbelit-belit, mudah dipahami dan
mudah dilaksanakan.
b. Kejelasan
• Persyaratan teknis dan administrasi pelayanan publik
• Unit kerja atau pejabat yang berwenang dan bertanggungjawab dalam
memberikan pelayanan atau persoalan atau sengketa dalam pelaksanaan
publik
• Rincian biaya pelayanan publik dan tata cara pembayaran
c. Kepastian Waktu
Pelaksanaan pelayanan publik dapat diselesaikan dalam waktu kurun waktu
yang telah ditentukan.
d. Akurasi
Produk pelayanan publik di terima dengan benar, tepat dan sah.
e. Keamanan
Proses dan produk pelayanan publik memberikan rasa aman dan kepastian
hukum
f. Tanggung Jawab
Pimpinan penyelenggaraan pelayanan publik atau jabatan yang ditunjuk
bertanggungjawab atas penyelenggaraan pelayanan dan penyelesaian keluhan
atau persoalan dalam pelaksanaan pelayanan publik.
g. Kelengkapan sarana dan prasarana
Tersedianya sarana dan prasarana kerja, peralatan kerja pendukung lainnya yang
memadai termasuk penyediaan sarana teknologi telekomunikasi dan informatika
h. Kemudahan Akses
Tempat dan lokasi serta sarana pelayanan yang memadai, mudah dijangkau oleh
masyarakat dan dapat memanfaatkan teknologi dan informatika.
i. Kedisiplinan, kesopanan dan keramahan
Pemberi pelayanan harus bersikap disiplin, sopan dan santun, ramah serta
memberikan pelayanan dengan ikhlas.
j. Kenyaman
Lingkungan pelayanan herus tertib, teratur, desediakan ruang tunggu yang
nyaman, bersih, rapi, lingkungan yang indah dan sehat serta dilengkapi dengan
fasilitas pendukung pelayanan, seperti parkir, toilet, tempat ibadah dan lain-lain.
Sumber : Pedoman umum penyelenggaraan pelayanan publik oleh Kementerian
Pendayagunaan Aparatur Negara RI 2003.
Jadi secara sederhana dapat disimpulkan bahwa pelayanan publik yang prima
adalah pelayanan yang dapat memberikan kepuasan kepada pelanggan dan tetap
memenuhi prinsip-prinsip pelayanan publik yang dapat dipertanggung jawabkan yaitu
:
1. Meningkatkan mutu produktivitas pelaksanaan tugas dan fungsi instansi
pemerintah di bidang pelayanan umum.
2. Mendorong upaya mengefektifkan sistem dan tata laksana pelayanan, sehingga
pelayanan umum dapat diselenggarakan secara lebih berdaya guna dan berhasil.
3. Mendorong tumbuhnya kreatifitas, prakarsa dan peran serta masyarakat dalam
pembangunan serta meningkatkan kesejahteraan masyarakat luas.
1.5.3.2. Pola Penyelenggaraan Pelayanan Publik
Dalam kaitannya dengan pola pelayanan, Keputusan Menteri pendayagunaan
Aparatur Negara Nomor 63 Tahun 2004 menyatakan adanya empat pola pelayanan
yaitu :
a. Fungsional
Pola pelayanan publik diberikan oleh penyelenggara pelayanan, sesuai dengan
tugas, fungsi dan kewenangannya.
b. Terpusat
Pola pelayanan publik diberikan secara tunggal oleh penyelenggara pelayanan
berdasarkan pelimpahan wewenang dari penyelenggaraan pelayanan terkait
yang bersangkutan.
c. Terpadu
Pola penyelenggaraan pelayanan publik terpadu dapat dibedakan menjadi dua
yaitu :
1. Terpadu Satu Atap
Pola pelayanan terpadu satu atap diselenggarakan dalam satu tempat yang
meliputi berbagai jenis pelayanan yang tidak mempunyai keterkaitan proses
dan dilayani melalui beberapa pintu. Terhadap jenis pelayanan yang sudah
dekat dengan masyarakat tidak perlu diatapkan.
2. Terpadu Satu Pintu
Pola pelayanan terpadu satu pintu diselenggarakan pada satu tempat yang
meliputi berbagai jenis pelayanan yang memiliki keterkaitan proses dan
dilayani melalui satu pintu.
d. Gugus Tugas
Petugas pelayanan publik secara perorangan atau dalam bentuk gugus tugas
ditempatkan pada instansi pemberi pelayanan dan lokasi pemberian pelayanan
tertentu.
Selain pola pelayanan sebagaimanan yang telah disebutkan di atas, instansi
yang melakukan pelayanan publik dapat mengembangkan pola penyelenggaraan
pelayanan sendiri dalam rangka upaya menemukan dan menciptakan inovasi
peningkatan pelayanan publik. Pengembangan pola penyelenggaraan pelayanan
publik dimaksudkan mengikuti prinsip-prinsip sebagaimana ditetapkan dalam
pedoman ini.
Undang-Undang No. 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik bahwa
penyelenggaraan pelayanan publik harus berasaskan yakni :
1. Kepentingan umum
Adalah kepentingan orang banyak yang untuk mengaksesnya, tidak
mensyaratkan beban tertentu. kepentingan yang harus didahulukan dari
kepentingan-kepentingan yang lain dengan tetap memperhatikan proporsi
pentingnya dan tetap menghormati kepentingan-kepentingan lain.
2. Kepastian hukum
Pelaksanaan pelayanan publik dapat diselesaikan dalam kurun waktu yang telah
ditentukan. keadaan dimana perilaku manusia, baik individu, kelompok,
maupun organisasi, terikat dan berada dalam koridor yang sudah digariskan oleh
aturan hukum.
3. Kesamaan hak
Tidak diskriminatif dalam arti tidak membedakan suku, ras, agama, golongan,
gender dan status ekonomi.
4. Keseimbangan hak dan kewajiban
Pemberi dan penerima pelayanan publik harus memenuhi hak dan kewajiban
masing-masing pihak.
5. Keprofesionalan
Suatu keahlian dan kemampuan dalam mengerjakan suatu pekerjaan dalam satu
bidang
6. Partisipatif
Mendorong peran serta masyarakat dalam penyelenggaraan pelayanan publik
dengan memperhatikan aspirasi, kebutuhan dan harapan masyarakat.
7. Persamaan perlakuan atau tidak diskriminatif
Perlakuan yang didapat dari para pelayan publik sama rata dan tidak melihat
dari strata sosial masyarakat tersebut.
8. Keterbukaan
Semua proses pelayanan wajib diinformasikan secara terbuka agar mudah
diketahui dan dipahami masyarakat baik yang diminta ataupun tidak.
9. Akuntabilitas
Pelayanan publik harus dapat dipertanggungjawabkan sesuai dengan ketentuan
perundang-undangan.
10. Fasilitas dan perlakuan khusus bagi kelompok
Fasilitas yang didapat setiap orang sama, tidak ada perlakuan khusus bagi
kelompok tertentu.
11. Rentan
Pelayanan publiknya mudah terpengaruh oleh hal-hal yang mengakibatkan
keridakpercayaan masyarakat.
12. Ketepatan waktu
Target waktu pelayanan dapat diselesaikan dalam waktu yang telah ditentukan
oleh unit penyelenggara pelayanan.
13. Kecepatan, kemudahan dan kejangkauan
Tempat dan lokasi serta sarana pelayanan yang memadai, mudah dijangkau oleh
masyarakat, dan dapat memanfaatkan teknologi telekomunikasi dan
informatika.
1.5.3.3. Standar Pelayanan Publik
Setiap penyelenggara pelayanan publik harus memiliki standar pelayanan dan
dipublikasikan sebagai jaminan adanya kepastian bagi penerima pelayanan. Standar
pelayanan merupakan ukuran yang dibakukan dalam penyelenggaraan pelayanan
publik yang wajib ditaati oleh pemberi dan atau penerima pelayanan Menurut
Keputusan MENPAN Nomor 63 Tahun 2004, standar pelayanan, sekurang-kurangnya
meliputi:
a. Prosedur Pelayanan
Prosedur pelayanan yang diberlakukan bagi pemberi dan penerima pelayanan
termasuk pengaduan;
b. Waktu penyelesaian
Waktu penyelesaian yang ditetapkan sejak saat pengajuan permohonan sampai
dengan penyelesaian pelayanan termasuk pengaduan.
c. Biaya pelayanan
Biaya atau tarif pelayanan termasuk rinciannya yang ditetapkan dalam proses
pemberian pelayanan.
d. Produk pelayanan
Hasil pelayanan yang akan diterima sesuai dengan ketentuan yang telah
ditetapkan.
e. Sarana dan Prasarana
Penyediaan sarana dan prasarana pelayanan yang memadai oleh penyelenggara
pelayanan publik.
f. Kompetensi petugas pemberi pelayanan
Kompetensi petugas pemberi pelayanan harus ditetapkan dengan tepat
berdasarkan pengetahuan, keahlian, keterampilan, sikap, dan perilaku yang
dibutuhkan.
Selama ini berbagai hal yang menjadi penyebab tidak maksimalnya pelayanan
kepada publik antara ain:
1. Ketersediaan fasilitas pendukung pemberian pelayanan yang baik
2. Prosedur kerja yang cenderung panjang dan berbelit-belit yang dikeranakan
adanya suatu ketentuan yang sudah tersurat.
3. Kemampuan kerja aparat yang masih belum maksimal
4. Mental kerja karyawan yang berorientasi pada materi semata
5. Pendapatan karyawan yang tidak memadai yang menjadi factor pendorong
melakukan tindakan suap.
1.6. Kerangka Konsep dan Operasional Variabel
1.6.1. Kerangka Konsep
Konsep merupakan abstarkasi mengenai suatu fenomena yang dirumuskan
atas dasar generalisasi dari sejumlah karakteristik kejadian, keadaan, kelompok atau
individu tertentu (Singarimbun, 1989 : 34). Dalam penelitian ini, penulis memberikan
batasan masing-masing konsep yang akan digunakan. Tujuan dari defenisi konsep
adalah untuk memudahkan pemahaman dan menghindari terjadinya interpretasi ganda
atau tumpang tindih atas variabel yang menjadi objek penelitian. Adapun defenisi
konsep dalam penelitian ini adalah :
1. Peranan Direktorat Lalu Lintas Kepolisian Daerah adalah upaya-upaya yang
dilakukan oleh organisasi pelaksana pemerintah dalam rangka melaksanakan
pelayanan administrasi kendaraan bermotor kepada masyarakat. Dalam hal ini
adalah upaya-upaya yang dilakukan oleh aparatur Negara khususnya
Direktorat Lalu Lintas Kepolisian Daerah Sumatera Utara.
2. Pelayanan administrasi, adalah suatu kegiatan atau urutan kegiatan yang
terjadi dalam interaksi langsung antara seseorang dengan orang lain atau
mesin secara fisik, dan menyediakan kepuasan pelanggan. Dalam hal ini
adalah pemenuhan kebutuhan dan kepentingan pemakai jasa dari Direktorat
Lalu Lintas Kepolisian Daerah Sumatera Utara.
1.6.2. Operasional Variabel
Operasionalisasi variabel penelitian, merupakan penjabaran lebih jauh tentang
konsep-konsep penelitian yang ada, Penelitian ini menggunakan variabel tunggal,
adapun variabel dalam penelitian ini adalah tentang “Peranan Direktorat Lalu Lintas
Kepolisian Daerah Sumatera Utara Dalam Memberikan Pelayanan Admnistrasi
Kepemilikan Kendaraan Bermotor (Studi Kasus Kendaraan Bermotor)”. Maka
indikator-indikator antara lain :
Tabel 1
Indikator-indikator yang berkaitan dalam pelayanan administrasi
Variabel Tunggal
1. Kepentingan Umum
2. Kepastian Hukum
3. Kesamaan Hak
4. Keseimbangan Hak dan
Kewajiban
5. Keprofesionalan
6. Partisipatif
7. Persamaan Perlakuan atau
diskriminasi
8. Keterbukaan
9. Akuntabilitas
10. Fasilitas dan perlakuan
khusus bagi kelompok
11. Rentan
12. Ketepatan waktu
13. Kecepatan, kemudahan
dan kejangkauan

Tidak ada komentar:

Posting Komentar