Kamis, 16 Februari 2012


Kebijakan Publik adalah suatu keputusan yang dimaksudkan untuk tujuan mengatasi permasalahan yang muncul dalam suatu kegiatan tertentu yang dilakukan oleh instansi pemerintah dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan (Mustopadidjaja, 2002). Pada sudut pandang lain, Hakim (2003) mengemukakan bahwa Studi Kebijakan Publik mempelajari keputusan-keputusan pemerintah dalam mengatasi suatu masalah yang menjadi perhatian publik. Beberapa permasalahan yang dihadapi oleh Pemerintah sebagian disebabkan oleh kegagalan birokrasi dalam memberikan pelayanan dan menyelesaikan persoalan publik. Kegagalan tersebut adalah information failures, complex side effects, motivation failures, rentseeking, second best theory, implementation failures (Hakim, 2002).

Berdasarkan stratifikasinya, kebijakan publik dapat dilihat dari tiga tingkatan, yaitu kebijakan umum (strategi), kebijakan manajerial, dan kebijakan teknis operasional. Selain itu, dari sudut manajemen, proses kerja dari kebijakan publik dapat dipandang sebagai serangkaian kegiatan yang meliputi (a) pembuatan kebijakan, (b) pelaksanaan dan pengendalian, serta (c) evaluasi kebijakan.

Menurut Dunn (1994), proses analisis kebijakan adalah serangkaian aktivitas dalam proses kegiatan yang bersifat politis. Aktivitas politis tersebut diartikan sebagai proses pembuatan kebijakan dan divisualisasikan sebagai serangkaian tahap yang saling tergantung, yaitu (a) penyusunan agenda, (b) formulasi kebijakan, (c) adopsi kebijakan, (d) implementasi kebijakan, dan (e) penilaian kebijakan. Proses formulasi kebijakan dapat dilakukan melalui tujuh tahapan sebagai berikut (Mustopadidjaja, 2002):
  1. Pengkajian Persoalan. Tujuannya adalah untuk menemukan dan memahami hakekat persoalan dari suatu permasalahan dan kemudian merumuskannya dalam hubungan sebab akibat.
  2. Penentuan tujuan. Adalah tahapan untuk menentukan tujuan yang hendak dicapai melalui kebijakan publik yang segera akan diformulasikan.
  3. Perumusan Alternatif. Alternatif adalah sejumlah solusi pemecahan masalah yang mungkin diaplikasikan untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan.
  4. Penyusunan Model. Model adalah penyederhanaan dan kenyataan persoalan yang dihadapi yang diwujudkan dalam hubungan kausal. Model dapat dibangun dalam berbagai bentuk, misalnya model skematik, model matematika, model fisik, model simbolik, dan lain-lain.
  5. Penentuan kriteria. Analisis kebijakan memerlukan kriteria yang jelas dan konsisten untuk menilai alternatif kebijakan yang ditawarkan. Kriteria yang dapat dipergunakan antara lain kriteria ekonomi, hukum, politik, teknis, administrasi, peranserta masyarakat, dan lain-lain.
  6. Penilaian Alternatif. Penilaian alternatif dilakukan dengan menggunakan kriteria dengan tujuan untuk mendapatkan gambaran lebih jauh mengenai tingkat efektivitas dan kelayakan setiap alternatif dalam pencapaian tujuan.
  7. Perumusan Rekomendasi. Rekomendasi disusun berdasarkan hasil penilaian alternatif kebijakan yang diperkirakan akan dapat mencapai tujuan secara optimal dan dengan kemungkinan dampak yang sekecil-kecilnya

Pelayanan Publik dan konsep tentang Kepuasan Pelanggan

Salah satu konsep dasar dalam memuaskan pelanggan, minimal mengacu pada :
(1) Keistimewaan yang terdiri dari sejumlah keistimewaan produk, baik keistimewaan langsung maupun keistimewaan atraktif  yang dapat memenuhi keinginan pelanggan dan dengan demikian dapat memberikan kepuasan dalam penggunaan produk itu.
(2) Kualitas terdiri dari segala sesuatu yang bebas dari kekurangan atau kerusakan.
Acuan dari kualitas seperti dijelaskan diatas menunjukan bahwa kualitas selalu berfokus pada kepentingan/kepuasan pelanggan (Customer Focused Quality), sehingga dengan demikian produk-produk didesain,
diproduksi, serta pelayanan diberikan untuk memenuhi keinginan pelanggan. Oleh karena itu, maka kualitas mengacu pada segala sesuatu yang menentukan kepuasan pelanggan, suatu produk yang dihasilkan baru dapat dikatakan berkualitas apabila sesuai dengan keinginan pelanggan, dapat dimanfaatkan dengan baik serta didiproduksi dengan cara yang baik dan benar.
Sejalan dengan hal terdebut diatas, maka untuk memenuhi keinginan masyarakat (pelanggan), Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara (MENPAN) dalam keputusannya Nomor : 81/1995 menegaskan bahwa pelayanan yang berkualitas hendaknya sesuai dengan sendi-sendi sebagai berikut :
(1) Kesederhanaan, dalam arti bahwa prosedur/tata cara pelayanan diselenggarakan secara mudah, lancar, cepat dan tidak berbelit-belit serta mudah difahami dan dilaksdanakan.
(2) Kejelasan dan kepastian, menyangkut :
? Prosedur/tata cara pelayanan umum
? Persyaratan pelayanan umum, baik teknis maupun administratif
? Unit kerja atau pejabat yang bertanggung jawab dalam memberikan pelayanan umum
? Rincian biaya/tarif pelayanan umum dan tata cara pembayarannya
? Jadwal waktu penyelesaian pelayanan umum
? Hak dan kewajiban baik dari pemberi maupun penerima pelayanan umum berdasarkan bukti-bukti penerimaan permohonan/ kelengkapannya, sebagai alat untuk memastikan pemrosesan pelayanan umum
? Pejabat yang menerima keluhan pelanggan (masyarakat)
(3) Keamanan, dalam arti bahwa proses serta hasil pelayanan umum dapat memberikan keamanan dan kenyamanan serta dapat memberikan kepastian hukum.
(4) Keterbukaan, dalam arti bahwa prosedur/tata cara, persyaratan, satuan kerja/pejabat penanggung jawab pemberi pelayanan umum, waktu penyelesaian dan rincian biaya/tarif dan hal-hal lain yang yang berkaitan dengan proses pelayanan umum wajib diinformasikan secara terbuka agar mudah diketahui dan difahami oleh masyarakat, baik diminta maupun tidak diminta.
(5) Efisien, meliputi :
? Persyaratan pelayanan umum hanya dibatasi pada hal-hal yang berkaitan langsung dengan pencapaian sasaran pelayanan dengan tetap memperhatikan keterpaduan antara persyaratan dengan produk pelayanan umum yang diberikan
? Dicegah adanya pengulangan pemenuihan kelengkapan persyaratan, dalam hal proses pelayanannya mempersyaratkan kelengkapan persyaratan dari satuan kerja/instansi pemerintah lain yang terkait.
(6) Ekonomis, dalam arti pengenaan biaya pelayanan umum harus ditetapkan secara wajar dengan memperhatikan :
? Nilai barang atau jasa pelayanan umum dengan tidak menuntut biaya yang tinggi diluar kewajaran
? Kondisi dan kemampuan pelanggan (masyarakat) untuk membayar secara umum
? Ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku
(7) Keadilan yang merata dalam arti cakupan atau jangkauan pelayanan umum harus diusahakan seluas mungkin dengan distribusi yang merata dan diperlakukan secara adil.
(8) Ketepapatan waktu, dalam arti pelaksanaan pelayanan umum dapat diselesaikan dalam kurun waktu yang telah ditentukan.
Kompetensi pelayanan prima yang diberikan oleh aparatur pemerintahan kepada masyarakat, selain dapat dilihat dalam keputusan Menpan nomor 81/1993, juga dipertegas dalam instruksi Presiden nomor 1/1995 tentang peningkatan kualitas aparatur pemerintah kepada masyarakat. Oleh karena itu, kualitas pelayanan masyarakat dewasa ini tidak dapat diabaikan lagi, bahkan hendaknya sedapat mungkin disesuaikan dengan tuntutan era globalisasi.
Sudarsono Hardjosoekarto dalam Bisnis dan Birokrasi Nomor 3/Vol. IV/September 1994 (p. 16) menyebutkan beberapa kategori dalam mengkaji pelayanan prima. Pertama, kategori berdasar yang meliputi analisa makro dan analisa mikro. Kedua kategori yang berorientasi pada model Mc. Kinsey yang mengkaitkan upaya pelayanan prima dengan        7 (tujuh) unsur S, yakni :
? Strategi
? Struktur
? System
? Staff
? Skill
? Style
? Share Value
Tuntutan dibuatnya “Standar Pelayanan Prima” didasarkan pada pandangan bahwa :
? The customer is always right
? If the customer is wrong, see rule number one
Meskipun rumusan diatas seperti sesuatu yang tidak serius, namun mengandung konsekuensi penting yakni adanya adanya tuntutan untuk terus memperhatikan secara serius terhadap kepentingan pelanggan dan pengembangan pelayanan prima tetap terpusat pada manusia disamping jika dikaitkan dengan masalah kepemimpinan sering diungkapkan bahwa “Excellence starts at the top… leadership by example”. Suatu pertanyaan yang muncul dari uraian diatas, yaitu apakah kita cukup banyak pemimpin yang mampu dan mau melayani pelanggan secara prima melebihi apa yang diperlihatkan oleh anak buahnya dalam melayani ?. Ini merupakan suatu tantangan riil yang bukan pada ribuan karyawan, melainkan bagi sedikit pemimpin tingkat tinggi.
Prinsip-prinsip yang diuraikan oleh Sudarsono Hardjosoekarto diatas dapat diperluas lagi sebagaimana yang dikemukakan De Vry (1994) yang mengarahkan elaborasi ini kedalam 7 (tujuh) simple strategi for success yang kemudian dalam perjalanan waktu disebut service model, yang meliputi :
a. Self-esteem
b. Exceed expecctation
c. Recover
d. Vision
e. Improve
f. Care
g. Empower
Kepuasan pelanggan (masyarakat) dapat dicapai apabila aparatur pemerintah yang terlibat langsung dalam pelayanan, dapat mengerti dan menghayati serta berkeinginan untuk melaksanakan pelayanan prima. Untuk dapat melaksanakan pelayanan prima, unsur aparatur seyogiyanya mengerti dan memahami apakah kepemimpinan pelayan itu ?, dan siapakan pemimpin pelayan ?.
Kepemimpinan pelayan membahas realitas kekuasaan dalam kehidupan sehari-hari, yang meliputi legitimasi, kekangan etika dan hasil yang menguntungkan yang dapat dicapai melalui penggunaan kekuasaan yang semestinya. Larry Spears dalam karyanya Greenleaf mengidentifikasi sepuluh ciri khas pemimpin pelayan, yakni :
(1) Mendengarkan
(2) Empati
(3) Menyembuhkan
(4) Kesadaran
(5) Bujukan atau persuasif
(6) Konseptualisasi
(7) Kemampuan meramalkan
(8) Kemampuan melayani
(9) Komitmen terhadap pertumbuhan manusia
(10) Membangun Masyarakat
Kepemimpinan pelayan seperti yang dikemukakan diatas dapat bermakna terhadap masyarakat pelanggannya apabila aparatur pelayan (pemerintah) sungguh-sungguh memperhatikan beberapa dimensi atau atribut perbaikan kualitas jasa termasuk kualitas pelayanan, yang terdiri :
a. Ketepatan waktu pelayanan
b. Akurasi pelayanan
c. Kesopanan, keramahan dalam memberikan pelayanan
d. Tanggung jawab
e. Kelengkapan
f. Kemudahan mendapatkan pelayanan
g. Variasi model pelayanan
h. Pelayanan pribadi
i. Kenyamanan dalam memperoleh pelayanan
j. Atribut pendukung pelayanan lainnya
Masyarakat (pelanggan) dapat terpuaskan dari pelayanan aparatur (pemerintah) hanya berorientasi pada kepuasan total pelanggan. Pelanggan membutuhkan komitmen dan tindakan nyata dal;am memberikan pelayanan prima. Adapun kriteria yang mencirikan pelayanan sekaligus membedakannya dari barang adalah :
• Pelayanan merupakan output tak berbentuk
• Pelayanan merupakan output variabel, tidak standar
• Pelayanan tidak dapat disimpan dalam inventori, tetapi dapat dikonsumsi dalam produksi
• Terdapat hubungan langsung yang erat dengan pelanggan melalui proses pelayanan
• Pelanggan berpartisipasi dalam proses memberikan pelayanan
• Keterampilan personil diserahkan atau diberikan secara langsung kepada pelanggan
• Pelayanan tidak dapat diproduksi secara massal
• Membutuhkan pertimbangan pribadi yang tinggi dari individu yang memberikan pelayanan
• Perusahaan pada umumnya bersifat padat karya
• Fasilitas pelayanan berada dekat lokasi pelanggan
• Pengukuran efektivitas pelayanan bersifat subyektif
• Pengendalian kualitas terutama dibatasi pada pengendalian proses
• Option penetapan harga adalah lebih rumit
Peningkatan kualitas pelayanan pada masyarakat dalam menghadapi era globalisasi sangat memerlukan sebuah strategi, mulai dari strategi perancangan pelayanan prima dalam manajemen kualitas modern hingga kepada implementasi dari rancangan terhadap kualitas pelayanan. Untuk itu, Gaspersz, 1997 merumuskan strategi pelayanan dengan manajemen jasa modern yang kemudian dikenal dengan strategi              7  (tujuh) P, yakni :
1. Product
2. Price
3. Place
4. Promotion
5. Phisical evidence
6. Proses desain
7. Participants
PENUTUP
Agar pelayanan aparatur pemerintah dapat lebih memuaskan masyarakat, selain dituntut memahami strategi 7 (tujuh) P, kriteria yang mencirikan yang pelayanan, ciri khas dari pemimpin pelayan, model         7 (tujuh) S dari Mc Kinsey, juga semua aparatur pelayan dituntut untuk memahami visi, misi dan standar pelayanan prima. Kiranya kepedulian kita terhadap kualitas pelayanan pada masyarakat dapat meningkat.

Rabu, 15 Februari 2012


KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA
DAERAH JAWA TIMUR
RESORT LUMAJANG
 





STANDAR OPERSIONAL PROSEDUR
Nomor : SOP/06/XII/2011/Satlantas
TENTANG
PELAKSANAAN UNIT DIKYASA
SAT LANTAS POLRES LUMAJANG



I.      PENDAHULUAN

1.   Umum
     
a.       Polri dalam kedudukannya adalah sebagai pelayan, pelindung dan pengayom masyarakat serta melakukan penegakan hukum berdasarkan aturan-aturan yang telah diperundangkan untuk menjamin keamaan dalam negeri melalui penyelengaraan fungsi Kepolisian.

b.        Bahwa pemeliharaan keamanan dan ketertiban masyarakat dalam negeri dilakukan oleh Kepolisian Negara Republik Indonesia yang dibantu oleh masyarakat dengan menjunjung hak asasi manusia harus dilaksanakan secara profesional dan proporsional guna mewujudkan Polri modern yang sesuai harapan masyarakat.

c.        Salah satu fungsi kepolisian adalah fungsi Lalu Lintas melaksanakan kegiatan preventif antara lain pengaturan, penjagaan, pengawalan dan patroli, penegakan hukum ( Gakkum ) lantas, Regestrasi, Identifikasi pengemudi dan kendaraan bermotor, menajemen  rekayasa lalu lintas, dan dikmas lantas.

d.        Guna mengoptimalkan kegiatan-kegiatan diatas maka disusun standart operasianol prosedur fungsi lalu lintas masing-masing unit untuk memberikan perlindungan,pengayoman,dan pelayaan kepada masyarakat dengan cepat.


2 / 2. Pengertian . . . . .


2.      Pengertian.

a. Quick Respon Sat Lantas adalah tindakan nyata petugas Polisi Lalu lintas berupa upaya ,kegiatan ,dan pekerjaan secara cepat, tepat, terhadap sesuatu kejadian atau masalah yang berhubungan dengan kemacetan arus lalu lintas, akibata dari kurang informasi yang ada dari pihak Poilri (Lalu lintas) dengan tindakan Pasang baner himbauan, selebaran famlet, stiker, dalam rang meberikan penerangan kepada masyarakat tentang perihal yang baru tentang perundang-undangan yang ada.

b.    Dikmas Lantas adalah suatu bentuk kegiatan penerangan kepada masyarakat yang diaharapakan dapat menyentuh langsung kepada seluruh lapisan masyarakat baik terorganisir maupun non terorganisir.

c.    Rekayasa Lantas adalah Suatu bentuk kegiatan dari fungsi kepolisian bergerak yang diarahkan terhadap momentum sarana dan prasarana jalan, alih arus, pengajuan sarana dan prasaran jalan yang berkaitan erat dengan Lalu lintas dan angkutan jalan.

3.      Dasar.
  
a.    Undang-undang No. 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.
b.    Surat Telegram Kapolri No. Pol : ST/75/I/2009 tanggal 21 Januari 2009 tentang petunjuk arahan penyelenggaraan Quick Respons.
c.    Surat Telegram kapolda Jatim No.Pol : ST/135/II/2009 tanggal 6 Pebruari 2009 tentang penyelenggaraan Quick Respons.

4.      Maksud dan Tujuan.

a.    Maksud.

Untuk dijadikan pedoman dalam pelaksaan tugas Quik Respons Unit Dikyasa di Satlantas Polres Lumajang untuk memberikan pelayanan prima kepada masyarakat, melalui penyuluhan langsung, keliling, iteraktif melalui media elektronik dan sambaing desa guna mengadakan jalinan kemitraan dalam masyarakat ( Polmas).

Agar terwujud persamaan persepsi dalam melaksanakan tugas Quik Respons Dikyasa oleh anggota Sat Lantas diseluruh jajaran Polres Lumajang dan terciptanya sinergi dengan fungsi dan Polsek lainnya
3 / ..untuk . . . . .


untuk membentuk interaksi positif antara Polri dengan masyarakat, serta menjadikan  Dikmas lantas sebagai kepanjangan dan mata rantai solusi dan inovasi lalu lintas kedepan dalam mewujutkan Kamseltibcar Lantas, kepada Institusi Pemda terkait yang membidangi (Forum Lalu Lintas dan Angkutan Jalan).

b.    Ruang Lingkup.

Ruang lingkup Standart Operasional Prosedur ( SOP ) Quik Response Unit Dikyasa Lantas ini meliputi  kegiatan Dikmas Lantas dan Rekayasa lantas secara terstuktur dan sistematis untuk menjadi Standard pelakasaan tugas dilapangan.

c.    Tata urut.

1)    Pendahuluan.
2)    Persiapan
3)    Pengorganisasian.
4)    Peralatan dan Perlengkapan.
5)    Tujuan dan Sasaran.
6)    Pelaksanan Kegiatan.
7)    Pengawasan dan Pengendalian
8)    Ketentuan lain.
9)    Penutup.


II.    PERSIAPAN

1.    Administrasi.
a.    Membuat peta Quik Response unit Dikyasa Sat Lantas Polres Lumajang.
b.    Menentukan Bit dan daerah sasaran Dikmas lantas.
c.    Menentukan Stong point.
d.    Springas kegiatan Dikmas Lantas.
e.    Laporan hasil pelaksanaan kegiatan Dikmas Lantas.

2.    Materiil dan Logistik.
a.    Perlengkapan perorangan (Juklak Juknis, Buku perundang-undangan).
b.    Kendaraan.
c.    Alat komunikasi.
d.    Perlengkapan Dikmas lantas Rambu mini, megaphone,  Kamera hadycam
4 / e. Anggran . . . . .


e.    Anggaran.

3.    Kemampuan yang harus dimiliki bagi pelaksana Quik Respons Unit Dikyasa :

a.    Menguasai wilayah tugas.
b.    Komunikasi Verbal.
c.    Penguasaan hukum dan perundang-undangan.
d.    Penguasaan cara meberikan instruksi (CMI)


III.    PENGORGANISASIAN

1.    Kendaraan Roda Dua :

a.    Tiap kendaraan diawaki oleh dua anggota.
b.    Satu orang anggota dan satu orang Dokumentasi

2.    Kendaraan roda empat :

a.    Sedan diwakili oleh tiga orang terdiri dari :
1).  Satu Driver.
2).  Satu anggota penyuluh.
3).  Satu petugas Dokumentasi.

IV. PERALATAN DAN PERLENGKAPAN

1.   Gampol yang berlaku sesuai ketentuan.
2.   Kelengkapan perorangan Sat Lantas.

a.    Sabuk Lantas.
b.    Selempang.
c.    Pet (sesuai kegiatan)
d.    Peluit.
e.    Borgol.
f.     Tanda kewenangan.
g.    Buku Catatan.
i.    Spidol

3.    Kendaraan
a.    Roda dua.
b.    Roda empat.
5 / 4. alat . . . . .


4.    Alat komunikasi.

a.    Telepon/HP
b.    HT.
c.    Megaphone.

  1. Perlengkapan mobil unit Dikyasa.

a.    Perangkat pengeras suara.
b.    Lampu Rotator.
c.  Public adress
b.    kamera.
c.    P3K


V.  TUJUAN DAN SASARAN

1.    Tujuan

a.   Masyarakat menjadi mudah mengerti dan memahami tentang hal-hal yang baru dalam perubahan perundang-undangan yang berlaku di pemerintahan    (UU. No. 22 Th 2009 tentang Lalu lintas dan Angkutan Jalan serta perundang-undangan lain yang berkaitan dengan Lalu lintas).     
b    Mengurangi atau meniadakan niat orang yang akan melakukan pelanggaran.
d.   Melakukan pesan-pesan kamtibmas.
e.   Memberikan informasi kepada Masyarakat.
f.    Masyarakat menjadi tertib dan disiplin dalam berlalu lintas.
h.  Mengurangi keresahan dan kesalah pahaman dalam menanggapi informasi yang ada dalam hal kebiajakan Polantas pada ere pembaharuan (Quick Wins).  
           
2.   Sasaran

a.    Kegiatan masyarakat yang mendatangkan banyak massa.
b.    Lokasi rawan macet
c.    Lokasi rawan Laka dan kemacetan arus lalu-lintas.
d.    Obyek Wisata.
e.    Lokasi pelayanan Publik.
f.     Kelompok masyarakat terorganisir (Ojek, sopir MPU, Karangtaruna, Siswa sekolah, Mahasiswa dan Club-club Otomotif)
g.    Plaza, Pasar, pertokoan.
6 / VI. Pelaksanaan . . . . .

            
VI.  PELAKSANAAN KEGIATAN

1.   Cara bertindak Quick Respons Unit Dikyasa.

a.         Mendatangi sentra kegiatan Masyarakat, tempat keramaian umum.
b.   Melakukan komunikasi sosial dan dialog dengan Masyarakat.
c.   Mencatat dan melaporkan bahan keterangan yang diperlukan untuk tugas Polri.
d.   Melakukan tindakan-tindakan dialogis dengan masyarakat.
e.   Memberdayakan publik adress guna memberikan penerangan masyarakat.

2.   Tahap persiapan
     
a.    Membuat Rengiat Dikmas berdasarkan titik kerawanan.
b.    Mengecek peralatan perlengkapan perorangan.
c.          Mengecek peralatan perlengkapan kendaraan.
d.    Mengecek administrasi dan dukungan Logistik.
e.    Melaksanakan APP :
1)  Tentang sasaran Dikmas
2)  Cara bertindak.
3)  Hal khusus yang perlu di atensi.

3.   Pelaksanaan Dikyasa Lantas Quick Respons

a.   Melaksanakan Dikmas berdasarkan Rengiat, Rute, jarak dan waktu tempuh.
b.   Melakukan selktif prioritas pengadaan /perbaikan jalan dan jembatan dan sasprasjal lainya, disesuiakan dengan keadaan.

1)     Meneruskan menjelajahi/mendatangi obyek-obyek vital/obyek Nasional, daerah rawan macet dan obyek wisata serta berdialog, memberikan informasi dan memberikan pengarahan tentang tugas-tugas pengamanan, meminta kewaspadaan dan informasi adannya gangguan kamtibmas kepada petugas pengaman (Satpam/Securrity) yang ada di tempat tersebut.
2)     Mendatangi tempat-tempat kegiatan Masyarakat yang membutuhkan kehadiran Polisi (Pertunjukan, keagamaan, olah raga dll).
3)     Memberikan peringatan kepada Masyarakat yang lalai mengamankan diri dan harta benda.
4)     Memberikan penerangan, penyuluhan dalam rangka mewujudkan Community Policing (Perpolisian Masyarakat).

7 / 5) Setelah . . . . .


5)     Setelah melaksanakan tugas patroli agar membuat laporan hasil pelaksanaan Quick Respons Unit Dikyasa Lantas.

  1. Tahap Pengakhiran

a.   Konsolidasi  sekaligus melakukan pengecekan peralatan/ perlengkapan perorangan, kendaraan dan alat-alat lainnya.
b.   Semua peralatan dan perlengkapan setiap selesai pelaksanaan tugas agar dibersihkan dan disimpan ditempat yang aman dan bersih.
c.   Melaporkan kepada atasan tentang kegiatan tugas Dikmas dan Rekayasa lantas sekaligus melaporkan semua hasil yang ditemukan, dilihat, didengar dan dialami selama pelaksanaan serta hambatan yang dihadapi baik lisan maupun tertulis.
d.   Menyerahkan laporan tertulis tentang pelaksanaan kegiatan Dikmas dan Rekayas Lantas.
e.   Hasil yang dilaporkan segera di anev untuk kebijakan dan rencana tindak lanjut.
f.    APP (Ucapan terima kasih, istirahat secukupnya, evaluasi singkat dan hambatan-hambatan serta do’a).                                                   


VII.                                                 PENGAWASAN DAN PENGENDALIAN

1.   Pengawasan

a.    Analisa dan evaluasi hasil Laporan
b.    Mengecek pelaksanaan melalui alat komunikasi (Telepon/HT ).
c.    Mengontrol langsung di route patroli yang sudah ditentukan.
d.    Survey secara langsung kepada Masyarakat dalam route yang telah ditentukan  dan menanyakan respon Masyarakat terhadap pelaksanaan Dikmas dan Rekayasa lantas

2.          Pengendalian

a.    Melalui pelaporan hasil pelaksanaan tugas
b.    Langsung dan tidak langsung  


VIII.       KETENTUAN LAIN
           
1.    Dalam pelakasanaan Quick Response unit Dikyasa lantas dilarang :
     
8 / a. Menyimpang . . . . .


a.    Menyimpang dari batas perundang-undang Lalu lintas.
b.    Menerima segala bentuk imbalan.
c.    Melepas atribut atau perlengkapan yang ada pada perorangan.
d.    Bersikap kasar dan arogan.
e.    Melakukan tindakan tercela yang dapat merugikan Masyarakat, profesi dan Kesatuan.
f.     Tidak mencatat/membuat/melaporkan hasil kegiatan Patroli kepada pimpinan.

2.   Indikator keberhasilan.
     
a.    Masyarakat mudah menghubungi dan menemui Polisi di manapun.
b.    Masyarakat lapor kepada Polisi tanpa ada rasa takut tentang adanya gangguan Kamseltibcar lantas.
c.    Tindak pidana dan atau gangguan Kamtibmas yang terjadi menurun.
d.    Partisipasi masyarakat meningkat untuk membantu menciptakan kelancaran lalu lintas.
e.    Masyarakat merasakan kenyamaan dan kepuasan terhadap pelayanan lalu lintas.
f.     Zero Complain.


IX.       PENUTUP

Demikian Standart Operasional Prosedur ( SOP ) Quick Response unit Dikyasa Satlantas Polres Lumajang dibuat guna dipergunakan sebagai pedoman dalam pelaksanaan tugas Dikmas Lantas dilapangan.


Lumajang,     Desember 2011
KEPALA SATUAN LALU LINTAS
 



TRIYANTO
AJUN KOMISARIS POLISI NRP 63060321