Pengertian Demokrasi dan Hubungannya dengan PILKADA
Pengertian Demokrasi
Kata demokrasi berasal dari bahasa Yunani yaitu demos, yang berarti rakyat dan kratos yang berarti pemerintahan. Sehingga demokrasi dapat diartikan pemerintahan dari rakyat
oleh rakyat, untuk rakyat. Pemerintahan yang kewenangannya pada rakyat. Semua
anggota masyarakat (yang memenuhi syarat) dikutsertakan dalam kehidupan
kenegaraan dalam aktivitas Pemilu. Pelaksanaan dari demokrasi ini telah dilakukan
dari dahulu di berbagai daerah di Indonesia hingga Indonesiamerdeka sampai sekarang ini.
Demokrasi di negara Indonesia bersumberkan dari
Pancasila dan UUD 45 sehingga sering disebut dengan demokrasi Pancasila.
Demokrasi Pancasila berintikan musyawarah untuk mencapai mufakat, dengan
berpangkal tolak pada faham kekeluargaan dan kegotongroyongan.
Landasan Hukum Pilkada.
Indonsia pertama kali dalam melaksanakan Pemilu pada akhir 1955 yang
diikuti oleh banyak partai ataupun perseorangan. Dan pada tahun 2004 telah
dilaksanakan pemilu secara langsung untuk memilih wakil wakil rakyat serta
presiden dan wakilnya. Dan sekarang ini mulai bulan juni 2005 telah
dilaksanakan Pemilihan Kepala Daerah atau sering disebut pilkada langsung.
Pilkada ini merupakan sarana perwujudan kedaulatan rakyat. Ada limapertimbangan penting penyelenggaraan
pilkada langsung bagi perkembangan demokrasi di Indonesia.
- Pilkada langsung merupakan jawaban atas tuntutan
aspirasi rakyat karena pemilihan presiden dan wakil presiden, DPR, DPD,
bahkan kepada desa selama ini telah dilakukan secara langsung.
- Pilkada langsung merupakan perwujudan konstitusi
dan UUD 1945. Seperti telah diamanatkan pasal 18 Ayat (4) UUD 1945,
Gubenur, Bupati dan Walikota, masing-masing sebagai kepala pemerintahan
daerah provinsi, kabupatenm dan kota dipilih secara demokratis. Hal
ini telah diatur dalam UU No. 32 Tahun 2005 tentang pemilihan, pengesahan,
pengangkatan, dan pemberhentian Kepala Daerah dan wakil kepala daerah.
- Pilkada langsung sebagai sarana pembelajaran
demokrasi (politik) bagi rakyat (civic education). Ia menjadi media
pembelajaran praktik berdemokrasi bagi rakyat yang diharapkan dapat
membentuk kesadaran kolektif segenap unsur bangsa tentang pentingnya
memilih pemimpin yang benar sesuai nuraninya.
- Pilkada langsung sebagai sarana untuk memperkuat
otonomi daerah. Keberhasilan otonomi daerah salah satunya juga ditentukan
oleh pemimpin lokal. Semakin baik pemimpin lokal dihasilkan dalam pilkada
langsung 2005, maka komitmen pemimpin lokal dalam mewujudkan tujuan
otonomi daerah, antara lain untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat
dengan selalu memperhatikan kepentingan dan aspirasi masyarakat agar dapat
diwujudkan.
- Pilkada langsung merupakan sarana penting bagi
proses kaderisasi kepemimpinan nasional. Disadari atau tidak, stock
kepemimpinan nasional amat terbatas. Dari jumlah penduduk yang lebih dari
200 juta, jumlah pemimpin yang kita miliki hanya beberapa. Mereka sebagian
besar para pemimpin partai politik besar yang memenangi Pemilu 2004.
karena itu, harapan akan lahirnya pemimpin nasional justru dari pilkada
langsung ini.
C. Pelaksanaan Pilkada di
Indonesia
Pilkada ini ditujukan untuk memilih Kepala daerah di 226 wilayah yang
tersebar dalam 11 provinsi dan 215 di kabupaten dan kota. Rakyat memilih kepala
daerah masing-masing secara langsung dan sesuai hati nurani masing-masing.
Dengan begini diharapkan dapat terlaksana dengan demokratis. Mulai dari seleksi
bakal calon, persiapan kertas suara, hingga pelaksanaan pilkada ini.
Dalam pelaksanaannya selalu saja ada masalah yang timbul. Sering kali
ditemukan pemakaian ijazah palsu oleh bakal calon. Hal ini sangat
memprihatinkan sekali. Seandainya calon tersebut dapat lolos bagaimana nantinya
daerah tersebut karena telah dipimpin oleh orang yang bermental korup. Karena
mulai dari awal saja sudah menggunakan cara yang tidak benar. Dan juga biaya
untuk menjadi calon yang tidak sedikit, jika tidak ikhlas ingin memimpin maka
tindakan yang pertama adalah mencari cara bagaimana supaya uangnya dapat segera
kembali atau “balik modal” ini sangat berbahaya sekali.
Dalam pelaksanaan pilkada ini pasti ada yang menang dan ada yang kalah.
Seringkali bagi pihak yang kalah tidak dapat menerima kekalahannya dengan
lapang dada. Sehingga dia akan mengerahkan massa untuk mendatangi KPUD setempat. Kasus-kasus yang masih hangat yaitu
pembakaran kantor KPUD salah satu provinsi di pulau sumatera. Hal ini membuktikan
sangat rendahnya kesadaran politik masyarakat. Sehingga dari KPUD sebelum
melaksanakan pemilihan umum, sering kali melakukan ikrar siap menang dan siap
kalah. Namun tetap saja timbul masalah masalah tersebut.
Selain masalah dari para bakal calon, terdapat juga permasalahan yang
timbul dari KPUD setempat. Misalnya saja di Jakarta, para anggota
KPUD terbukti melakukan korupsi dana pemilu tersebut. Dana yang seharusnya
untuk pelaksanaan pemilu ternyata dikorupsi. Tindakan ini sangat
memprihatinkan. Dari sini dapat kita lihat yaitu rendahnya mental para pejabat.
Dengan mudah mereka memanfaatkan jabatannya untuk kesenangannya sendiri. Dan
mungkin juga ketika proses penyeleksian bakal calon juga kejadian seperti ini.
Misalnya agar bisa lolos seleksi maka harus membayar puluhan juta.
Dalam pelaksanaan pilkada di lapangan banyak sekali ditemukan
penyelewengan. Kecurangan ini dilakukan oleh para bakal calon seperti :
1. Money Politik
Sepertinya money
politik ini selalu saja menyertai dalam setiap pelaksanaan Pilkada. Dengan
memanfaatkan masalah ekonomi masyarakat yang cenderung masih rendah, maka
dengan mudah mereka dapat diperalat dengan mudah. Contoh yang nyata saja yaitu
dilingkungan penulis yaitu desa karangwetan. Tegaltirto, Berbah, Sleman, juga
terjadi hal tersebut. Yaitu salah satu dari kader bakal calon membagi-bagikan
uang kepada masyarakatdengan syarat harus memilih bakal calon tertentu. Tapi
memang dengan uang dapat membeli segalanya. Dengan masih rendahnya tingkat
pendidikan seseorang maka dengan mudah orang itu dapat diperalat dan diatur
dengan mudah hanya karena uang. jadi sangat rasional sekali jika untuk menjadi
calon kepala daerah harus mempunyai uang yang banyak. Karena untuk biaya ini,
biaya itu.
2. Intimidasi
Intimidasi ini juga
sangat berbahaya. Sebagai contoh juga yaitu di daerah penulis oknum pegawai
pemerintah melakukan intimidasi terhadap warga agar mencoblos salah satu calon.
Hal ini sangat menyelewengkan sekali dari aturan pelaksanaan pemilu.
3. Pendahuluan start kampanye
Tindakan ini paling
sering terjadi. Padahal sudah sangat jelas sekali aturan-aturan yang berlaku
dalam pemilu tersebut. Berbagai cara dilakukan seperti pemasangan baliho,
spanduk, selebaran. Sering juga untuk bakal calon yang merupakan kepala daerah
saat itu melakukan kunjungan keberbagai daerah. Kunjungan ini intensitasnya
sangat tinggi ketika mendekati pemilu. Ini sangat berlawanan yaitu ketika
sedang memimpin dulu. Selain itu media TV lokal sering digunakan sebagai media
kampanye. Bakal calon penyampaikan visi misinya dalam acara tersebut padahal
jadwal pelaksanaan kampanye belum dimulai.
4. Kampanye negatif
Kampanye negatif ini
dapat timbul karena kurangnya sosialisasi bakal calon kepada masyarakat. Hal
ini disebabkan karena sebagian masyarakat masih sangat kurang terhadap
pentingnya informasi. Jadi mereka hanya “manut” dengan orang yang disekitar
mereka yang menjadi panutannya. Kampanye negatif ini dapat mengarah dengan
munculnya fitnah yang dapat merusak integritas daerah tersebut.
Dalam melaksanakan sesuatu pasti ada kendala yang harus dihadapi. Tetapi
bagaimana kita dapat meminimalkan kendala-kendala itu. Untuk itu diperlukan
peran serta masyarakat karena hal ini tidak hanya tanggung jawab pemerintah
saja. Untuk menanggulangi permasalahan yang timbul karena pemilu antara lain :
1. Seluruh pihak yang ada baik dari daerah
sampai pusat, bersama-sama menjaga ketertiban dan kelancaran pelaksanaan
pilkada ini. Tokoh-tokoh masyarakat yang merupakan panutan dapat menjadi suri
tauladan bagi masyarakat. Dengan ini maka dapat menghindari munculnya konflik.
2. Semua warga saling menghargai pendapat.
Dalam berdemokrasi wajar jika muncul perbedaan pendapat. Hal ini diharapkan
tidak menimbulkan konflik. Dengan kesadaran menghargai pendapat orang lain,
maka pelaksanaan pilkada dapat berjalan dengan lancar.
3. Sosialisasi kepada warga ditingkatkan.
Dengan adanya sosialisasi ini diharapkan masyarakat dapat memperoleh informasi
akurat. Sehingga menghindari kemungkinan fitnah terhadap calon lain.
4. Memilih dengan hati nurani. Dalam
memilih calon kita harus memilih dengan hati nurani sendiri tanpa ada paksaan
dari orang lain. Sehingga prinsip – prinsip dari pemilu dapat terlaksana dengan
baik.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar